Thursday, May 19, 2011

Menggubah Lagu Dari Alam Oleh ; Abah Iwan


"Ini adalah artikel saya copas langsung dari Balada Seorang Kelana Saya tampilkan di sini karena rasa hormat dan kagum saya pada abah. Walaupun kami belum pernah bertemu tapi terasa beliau ini adalah sahabat sejati saya."


”Ungkapan Alhamdulillah hanya kita ucapkan kepada Allah. Tapi, tidak pernah kita berterima kasih kepada hutan dan mata air.”

Sejak 2003, Abah Iwan kembali aktif mengendarai sepeda ke banyak tempat. Alasannya, untuk mengurangi polusi. Kata Ketua Umum Perguruan Pencak Silat Satria Muda Indonesia ini, yang mengutip pernyataan pakar lingkungan Prof. Otto Soemarwoto, kalau hanya jarak nol sampai lima kilometer lebih baik berjalan kaki, lalu 5-15 km gunakan sepeda.
Tampaknya ini sejalan dengan prinsipnya yang setia menanam pohon untuk mengurangi polusi. Sayangnya, harus menunggu selama 10 tahun untuk menikmati manfaat pohon itu.
”Nah, untuk mengurangi polusi, sembari menunggu pohon itu besar, kita gunakan sepeda,” kata Iwan yang pernah bersepeda hingga ke pulau dewata Bali. Dengan bersepda, lelaki yang kini aktif melakukan pendidikan yang berkaitan dengan kegiatan di alam terbuka sejak 1982 ini tidak bermaksud menampik keberadaan mobil atau kendaraan bermotor, tetapi semua harus dilihat sesuai keperluannya.

Namanya lebih dulu dikenal sebagai pencipta lagu. Bahkan beberapa lagunya seperti Melati dari Jayagiri dan Flamboyan boleh dibilang telah melegenda. Meski begitu, Iwan Ridwan Armansjah Abdulrachman enggan disebut sebagai pencipta lagu. Kedekatannya dengan alam agaknya menjadi inspirasi tersendiri bagi pria kelahiran Sumedang, 3 September 1947 sebagai anak kedua dari delapan bersaudara, dari pasangan Abdulrachman Natadiria dan R. Oyoh Partakusumah ini.

Sejak kecil dia sudah akrab dengan lingkungan. Ayahnya adalah ahli botani yang memang mengajarkan kecintaan pada alam sejak dini.

Saat menikahi Djanuarsih Sariawati pada tahun 1975 dan kemudian dikaruniai lima anak, Iwan pun mengajari anaknya kecintaan pada alam. Bahkan kepada ketiga orang cucunya (sekarang sudah enam – red), alumnus Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran Bandung tahun 1975 ini sudah memperkenalkan lingkungan sehari-hari. “Saya kenalkan pada cucu saya, bahwa di kebun ada macam-macam pohon dan binatang, ada semut dan sebagainya,” kata lelaki yang pernah mengenyam berbagai pendidikan tambahan di Amerika Serikat pada tahun 1986 dan 1992.

Belum lama ini Iwan mendapatkan penghargaan sebagai budayawan yang peduli lingkungan. Namun penghargaan itu justru membuatnya merasa malu. Ini lantaran di saat bersamaan, justru kota tempatnya tinggal sejak kecil mendapat predikat kota terkotor se-Indonesia.


Kepada wartawan Republika Arba’iyah Satriani, Sandi Ferdiana, dan fotografer Yogi Ardhi, pria yang akrab disapa Abah Iwan dan membahasakan dirinya sebagai abah ini, menceritakan aktivitasnya sebagai pencinta alam, budayawan, seniman, dan motivator. Berikut petikannya:

Apa arti lingkungan menurut Anda?
Kita bagian dari lingkungan atau alam. Lingkungan dengan manusia merupakan pasangan yang tidak bisa dipisahkan. Allah SWT menciptakan pohon untuk berhubungan dengan manusia. Pohon memproduksi oksigen, sementara manusia memproduksi karbondioksida.
Artinya antara manusia dan lingkungan harus saling membantu. Biasanya manusia yang memulai buruknya hubungan dengan lingkungan. Tidak heran bila lingkungan pun akan membalasnya.

Perhatian terhadap lingkungan bagi sebagian besar orang sangat sulit. Mengapa Anda bisa? Bagaimana Anda menumbuhkan kecintaan pada lingkungan?
Alamiah. Bila kita bergaul dengan lingkungan, maka akan cinta pada lingkungan. Awalnya sih sering diajak oleh ayah ke hutan dan kebun. Ayah saya sering mengajak saya ke gunung Tangkuban Parahu sekedar untuk ngobrol-ngobrol. Saya tularkan kebiasaan ayah saya itu ke cucu saya. Saya lahir di Sumedang, tapi dibesarkan di Bandung. Setelah dewasa, akhirnya jadi mengerti tentang beberapa ilmu alam. Karena memang, pemahaman terhadap lingkungan ini, disesuaikan dengan strata usia.
Jangan memberi ilmu pada orang yang tidak sesuai umur dan pengalamannya. Ini karena semua orang merasakan kebutuhan akan alam, tapi belum tentu bisa menyadarinya. Sadarilah, betapa pentingnya pohon, air, hutan. Kalau memang menghargai alam, maka orang tidak akan berani menebang pohon begitu saja.

Bagaimana Anda menunjukkan perhatian Anda pada lingkungan?
Berawal dari mencintai, lalu menyiram, menanam, serta memelihara. Hadis Rasulullah SAW menyebutkan, “Tanamkanlah biji kurma yang ada di tanganmu, sekalipun di depan matamu hari kiamat tiba.”
Kalau kita tidak menanam, minimal menyiram. Khidmat yang penting. Teman saya itu tidak pernah ke hutan, tapi dia sudah tanam jutaan pohon. Hanya, kita kerap apriori dan menganggap bahwa pencinta lingkungan itu adalah mereka yang sering berkunjung ke hutan.

Belum lama ini, Anda mendapat penghargaan dari Menneg Lingkungan Hidup. Abah terpilih sebagai seniman yang peduli terhadap lingkungan. Bagaimana Anda menyikapi penghargaan tersebut?
Awalnya ada telepon dari Kementerian Lingkungan Hidup soal rencana pemberian penghargaan seniman yang memberikan perhatian terhadap lingkungan. Saat itu Abah bertanya, apa yang menjadi dasar Abah terpilih. Ketika itu Abah malu. Karena Abah tahu betul banyak yang lebih layak diberi penghargaan oleh Meneg LH. Lebih-lebih saat Abah mendapat penghargaan, Menneg LH juga menilai kota Bandung, tempat tinggal Abah, sebagai kota terkotor di Indonesia.

Seperti suatu yang kontroversial ya?
Ya, kontroversi itu sangat tampak antara penghargaan yang diperoleh Abah dan kota Bandung. Namun bila dibandingkan dengan keberadaan perguruan tinggi dan pakar lingkungan di kota Bandung, akan lebih kontroversial.
Rasa malu Abah dalam mendapatkan penghargaan itu, kemudian dijadikan alat untuk menunjukkan kontroversial tersebut. Ada perguruan tinggi yang layak mengatasi persoalan sampah Kota Bandung. Di Bandung ini ada Unpad, ITB, Unpas, Unpar, dan perguruan tinggi lainnya yang mempunyai pakar lingkungan. Tapi kenyataannya, belum ada sinergisasi antara kepiawaian pakar lingkungan itu dan kondisi Kota Bandung. Meski demikian, Abah menyambut gembira penghargaan itu. Mudah-mudahan berguna bagi bangsa ini.

Mengapa lagu Anda selalu berhubungan dengan lingkungan atau alam?
Ingat yah, Abah tidak pernah punya lagu. Setiap lagu Abah yang sampai ke telinga warga, maka lagu itu sudah menjadi milik warga. Abah pun tidak pernah merasa menciptakan lagu. Abah hanya bisa menyadur atau menggubah lagu. Maksudnya, Abah hanya bisa mengabung-gabungkan kondisi alam dengan perasaan Abah. Perasaan Abah dan alam ini, tentunya ada pemilik dan penciptanya, yakni Allah SWT. Jadi Abah, tidak berani jika dikatakan sebagai pencipta.

Abah tidak pernah secara sengaja menggubah lagu. Justru alam yang memberi inspirasi kepada perasaan Abah, yang kemudian diwujudkan dalam bentuk gubahan lagu. Artinya, jumlah lagu yang digubah oleh Abah tergantung berapa sering alam memberi inspirasi kepada Abah.

Apa makna dari lagu-lagu Anda?
Lagu gubahan Abah tidak pernah berbau kampanye lingkungan. Tapi Abah hanya ingin menyampaikan inspirasi alam melalui lagu. Abah tidak ingin mengampanyekan yang tidak dilakukan oleh Abah. Yang penting, kita berbuat yang bagus. Dengan demikian, seseorang yang melihat perbuatan Abah pasti akan menirunya.

Dalam alQuran dikatakan bahwa Allah SWT murka kepada orang yang ucapannya bertentangan dengan perbuatannya. Maka dari itu, Abah lebih mengedepankan perbuatan, ketimbang ucapan. Kalau diucapkan kepada orang lain, pasti pesan yang telah dilakukan oleh Abah. Antara perbuatan dan ucapan harus selaras. Mencontohkan itu harus melalui perilaku, bukan pada ucapan. Pamer dan ucapan itu harus, tapi hanya untuk menyampaikan nilai-nilai. Jangan sampaikan nilai yang tidak kita perbuat.

Bagaimana Abah menyikapi persoalan sampah di Kota Bandung?
Sampah sebetulnya merupakan puncak dari ekspresi lingkungan yang kurang baik. Masih banyak lagi ekspresi lainnya. Itu disebabkan oleh lemahnya kesadaran masyarakat dan manajemen pengelolaan lingkungan di Kota Bandung.
Masalah sampah di Kota Bandung, kita tidak bisa menyalahkan walikota saja. Karakter masyarakat pun harus menjadi pertimbangan. Sebab Abah yakin Bandung tidak akan seperti ini bila masyarakatnya sudah menghormati lingkungan di sekitarnya.

Bagaimana Abah melihat kerusakan lingkungan ini dan apa solusinya?
Abah menyebutnya kekacauan lingkungan. Banyak faktor yang menyebabkan kondisi alam menjadi seperti ini. Pertama, attitude dari masyarakat atau sifat masyarakat. Sifat ini berasal dari pengetahuan masyarakat. Dengan mengetahui maka akan tumbuh rasa sayang. Dengan mengetahui dan menyadari alam ini, maka sense of belonging kita akan tumbuh. Akhirnya manusia itu mendapat pencerahan atas lingkungannya.
Kedua, sistem manajemen. Bicara soal manajemen, erat kaitannya dengan kepemimpinan. Misalnya di Kota Bandung, kepemimpinan manajemen ini terletak di walikota. Selama ini saya melihat Bandung termasuk Indonesia baru bisa melakukan perubahan pemimpin, bukan perubahan kondisi daerah. Secara struktur, pemimpin kita punya tanggung jawab, mulai dari RT hingga presiden. Walikota harus berani bertanggung jawab bila manajemen lingkungan di daerahnya tidak menjawab persoalan lingkungan.

Bagaimana konsep pembangunan yang dimiliki pemerintah saat ini. Benarkah mempertimbangkan faktor lingkungan?
Setiap mengambil keputusan, legislatif dan eksekutif nyaris tidak memikirkan 10 tahun ke depan. Mana tanggung jawab kita pada anak kita, nyaris tidak ada. Tanggung jawab tidak hanya di dunia, tapi di akhirat juga kita akan diminta pertanggungjawaban. Manusia beragama tahu, tapi tidak hormat atas pertanggungjawaban pada hari nanti.
Gunung, batu, air ini adalah ayat-ayat Allah. Dalam konteks Abah, kita hormat terhadap kitab kita. Tidak mungkin berani (kurang ajar atau tidak hormat – red) terhadap alQuran. Kalau kita sehormat itu pada alQuran, mengapa tidak sehormat itu pada alam, daun, batu, gunung dan air.

Seperti apa kedekatan Abah dengan alam?
Kalau disoroti Abah dengan alam semesta ini sangat dekat. Abah merasa pepohonan merupakan makhluk hidup yang sejajar derajatnya dengan manusia. Karena itu Abah sering mengelus dan menyapa pepohonan yang ada. Pohon itu merupakan makhluk yang hidup dari sel, seperti manusia.
Bahkan alQuran menyebutkan, bila pohon, gunung, air dan batu merupakan ayat-ayat Allah SWT yang patut kita hormati. Bagi Abah, perhormatan terhadap alam ini sama dengan menghormati kitab suci alQuran.

Apa yang Anda rasakan saat melihat alam dirusak?
Jelas, Abah sedih ketika melihat hutan dibabat. Saat ini, perusakan lingkungan sudah menjalar dari hutan hingga kota. Yang membuat Abah sedih lagi, yakni saat Abah tidak bisa berbuat apa-apa ketika melihat alam dirusak.

Kelak, Abah ingin dikenang sebagai apa?
Abah tidak ingin dikenang sebagai apa-apa. Ketika kita ingin dikenang, maka kita sudah merasa menjadi orang berjasa. Padahal, jasa yang dilakukan oleh Abah itu, hanya sebuah titipan dari Allah SWT. Abah tidak ingin mengklaim milik Allah SWT untuk keharuman nama Abah.
Kalau kita ingin dikenang sebagai A atau B, berarti kita sudah merampas hak Tuhan. Jadi, Abah ingin dikenang saja sebagai manusia biasa yang berusaha menjalankan tugas di dunia sebaik-baiknya.

Source: WAWANCARA – Republika, Ahad, 9 Juli 2006